Prof. Dr. H. Munawir sjadzali, M.A. Meninggal
dunia di rumah sakit pondok indah, Jakarta, jum’at 23 Juli 2004 pukul 11:20
akibat serangan stroke dan komplikasi beberapa penyakit. Jenazah mantan anggota
Dewan Pertimbangan Agung (1993-1998), ini di makamkan di tempat pemakaman
keluarga Giritama, Bogor, Jawa Barat. Pria kelahiran Desa Karanganom, Klaten, 7
November 1952, ini meninggalkan seorang istri dan enam anak.
Masa kecil dilalui di desa kelahiranya dalam
keluarga sederhana dan taat beragama. Ayah dan Ibunya (Bu nyai Tas’iyah)
mendidiknya dengan ilmu agama. Ia pun berkisah suatu ketika untuk menebus
ijazah, karena ketiadaan uang, ibunya menjanjikan akan menjual glugu (batang
pohon kelapa) di depan rumahnya. Lalu setelah ia menebus ijazah, tiba di rumah
ia kaget, karena glugu glugu masih tetap tegak berdiri.
Sang Ibu menjual kainnya. “Lalu bagaimana
kalau Ibu mau ganti kain?” Ibunya tenang menjawab, “Kan bisa memakai sarung
punya Ayah.” Anak sulung dari tiga bersaudara ini pun tidak kuat membendung air
matanya. Ia tersedu, bersimpuh di pangkuan ibunya.
Selesai SMP, ia melanjutkan ke Pesantren
dan Sekolah Tinggi Islam Mambaul Ulum di Solo sehingga tamat 1943. Ia bercita-cita
kuliah di Al-Azhar, Cairo, Mesir, tapi tidak kesampaian karena ayahnya, Kiai
Mughoffir pemimpin Pesantern di Klaten,
seorang ahli Nahwu (tata bahasa Arab) tidak mampu membiayai. Batal kuliah, ia lalu
mengajar di SD Islam Gunungjati, Unggaran, 1944. Sehabis Revolusi kemerdekaan,
ia pindah ke Jakarta. Rajin keluar masuk perpustakaan, ia menulis buku berjudul
“Mungkinkah Negara Indonesia Bersendikan Islam?” pada 1950. Buku ini membuat
bung Hatta tertarik pada Munawir muda. Bung Hatta pun memfasilitasinya dengan member
pekerjaan Munawir sebagai staf Seksi Arab/Timur Tengah Deplu (1950). Di Deplu,
harapanya untuk belajar di luar negeri terkabul di University of Exeter,
Inggris.
Kemudian ia menjadi Atase/Sekretaris III
Kedutaan Besar RI di Wasihngton, AS (1956-1959). Pada masa ini, ia menyempatkan
diri melanjutkan di Georgetown University Amerika Serikat sehingga memperoleh
ijazah Master of Atr bidang Filsafat dengan tesis Indonesia’s Moeslem Parties
and Their Polotical Concepts (1959). Kemudian ia menjabat Kepala bagian Amerika
Utara, Deplu (1959-1963). Ia dipercaya menjabat Kuasa Usaha, Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Sri Langka (1965-1968). Kemudian ia di tarik ke Jakarta menjabat
Kepala Biro, Tata Usaha Sekretariat Jenderal, Deplu (1969-1970). Lalu bertugas
di Kedutaan Besar Republik Indonesia di London (1971-1974), sebelum di angkat
menjadi Biro Umun, Deplu (1975-1976). Lalu di angkat menjabat Duta Besar di
Emirat Arab, Bahrain dan Qatar (1976-1980), sebelum di tarik kembali ke Jakarta
Dirjen Politik Deplu (1980-1983). Kemudian di angkat menjabat Menteri Agama
Republik Indonesia (1983-1993). Selepas itu, ia pun mengakhiri karir dan
pengabdiannya pada Negara sebagai Ketua Komnas HAM.
Dalam pengabdiannya, ia telah mendapatkan
sejumlah penghargaan, termasuk dari sejumlah Negara sahabat. Antara lain,
penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dan Satyalecana Karya Satya Kelas II
dari pemerintah Indonesia, Great Cordon of Merit dari Pemerintah Qatar,
Medalliaon of the Order of Quwait-Special Class dari Quwait, dan Heung in
Medal-Second Class dari Korea Selatan.
Sumber : Http://www.tokohindonesia.com (dengan
perubahan)
No comments:
Post a Comment